Sabtu, 13 Oktober 2012

Menengok Sejarah Depok

Banyak versi mengenai asal usul sejarah Depok, sebagaimana tertuang dalam buku Potret Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe karya Yano Jonathans. Buku ini menyebutkan bahwa jauh sebelum tanah di beli Cornelis Chastelein, wilayah ini telah memiliki nama DEPOK.
Depok bisa dikatakan telah ada jauh sebelumnya, dengan pernah ditemukannya beberapa benda sejarah di wilayah Depok dan sekitarnya, yang diduga sebagai peninggalan zaman prasejarah seperti Menhir ‘Gagang Golok’, Punden Berundak ‘Sumur Bandung’, Kapak Persegi dan Pahat Batu merupakan peninggalan jaman megalit.
Depok juga bukan merupakan sebuah akronim dari De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen yang disingkat jadi DEPOK dan memiliki arti Jemaat Kristen Yang Pertama. Pemberian arti singkatan akronim tersebut muncul sekitar tahun 1950-an dikalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda. Dan masih ada pula ditemukan singkatan dalam bahasa Belanda Deze Einheid Predikt Ons Kristus (DEPOK), yang artinya persatuan membawa kami mengenal Kristus. Ini merupakan ungkapan kerinduan Komunitas Orang Depok di Belanda terhadap negeri kelahirannya dan sanak keluarganya.
Depok juga telah ada pada jaman Kerajaan Padjajaran yang diperintah seorang Raja yang bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan yang lebih dikenal dengan gelar Prabu Siliwangi. Di sepanjang Sungai Ciliwung terdapat beberapa kerajaan kecil di bawah kerajaan Padjajaran di antaranya Kerajaan Muara Beres.

Masa kerajaan Islam
Dari Kerajaan Padjajaran hingga Keradenan terbentang benteng yang sangat kuat sehingga mampu bertahan terhadap serangan pasukan Jayakarta yang dibantu Demak, Cirebon dan Banten. Sejarah Depok pun di masa kerajaan Islam di Indonesia menjadi bagian dari sejarah Islam.
Diperkirakan Pengaruh Islam masuk ke Depok sekitar 1527 bersamaan dengan perlawanan Banten dan Cirebon setelah Jayakarta direbut Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC). al ini dengan ditemukannya senjata kuno peninggalan Kerajaan Banten antara lain keris, tombak dan golok.
Kemudian Depok memasuki era masa Kolonial Belanda dan masa Kemerdekaan Indonesia. Tak banyak bisa dijadikan literatur atau panduan dalam mempelajari sejarah Depok. Bahkan sebelumnya tak ada yang dituliskan dalam bentuk buku panduan sebagai dasar untuk penulisan dan sumber bacaan.
Memang sering termuat cerita tentang sejarah Depok dalam liputan surat kabar yang dituliskan dalam cuplikan-cuplikan saja oleh seorang sejarahwan maupun peliput berita. Bersyukur pada akhirnya semakin banyak masyarakat yang perduli akan sejarah Depok, maka mulai melakukan penelitian dan mencari berbagai sumber, baik itu dari narasumber maupun dari saksi sejarah yang tersisa dengan menginventarisir aset-aset yang ada maka lahirlah dua buah buku yang menceritakan tentang Sejarah Depok, Peristiwa Yang Terjadi di Depok serta Pahlawan dari Depok.
Buku pertama berjudul Potret Kehidupan Sosial Dan Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe karya Yano Jonathans. Buku ini menceritakan awal dari peristiwa yang pernah ada dimulai dari era kolonial Belanda memasuki wilayah Depok.
Buku ini antara lain berisi tentang Depok Selayang Pandang, munculnya komunitas ‘Belanda Depok’, kehidupan masyarakat Depok Tempo Dulu, monumen masyarakat Asli Depok , dari zaman kolonial ke zaman republik serta beberapa lampiran dan narasumber yang telah diwawancarai dan diakhiri tentang penulisnya.
Berawal cerita bahwasannya Depok telah ada sebelum kedatangan Cornelis Chastelein sebagaimana telah diceritakan sebelumnya, tanggal 18 Mei 1696 seorang Pegawai Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) bernama Cornelis Chastelein membeli wilayah Depok dari Pemerintah Belanda.
Cornelis Chastelein adalah anak Anthony Chastelein, seorang Hugenoot (Protestan Pengikut Calvin) dari Perancis yang melarikan diri dari ke Belanda akibat pertikaian agama di negerinya. Kemudian menikah dengan Maria Cruydenier putri Walikota Dordrecht, pasangan ini memiliki 10 anak, di antaranya Cornelis Chastelein yang lahir tanggal 10 Agustus
1657.
Cornelis Chastelein sebagai perintis pembukaan tanah Depok dan sekitarnya. Ia membeli lahan tersebut pada 18 Mei 1696 untuk lahan pertanian, ia juga membuka ladang yang dikenal dengan padi huma, ia membuat pengairan hingga menjadi persawahan, para budak berasal dari wilayah Indonesia Bagian Timur antara lain Makassar, Bali.
Para pekerja di masa itu dikenal sebagai budak, bekerja dengan setia dan sangat patuh, karena Cornelis adalah satu dari kaum kolonial yang memperlakukan kaum pekerja atau budaknya dengan manusiawi, di mana mereka diajarkan ajaran kristiani seperti yang dianutnya. Dan pengajaran ini berlanjut hingga keturunannya, rasa
kasih Cornelis kepada para pekerjanya juga diwujudkan dalam hal tata cara kehidupan yang mana hal ini terlihat dalam surat wasiat Cornelis Chastelein.

Oleh: Ratu Farah Diba
Penulis adalah Ketua Depok Heritage Community (DHC)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar