Selasa, 25 September 2012

Bina Graha

Jakarta
Dibangun pada tahun 1969
 

Bina Graha

Bina Graha adalah gedung kepresidenan yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang diprakarsai oleh Ibnu Sutowo, Direktur Pertamina pada masa "Oil Boom" yakni devisa negara yang meningkat karena kenaikan harga minyak dunia akibat embargo minyak atas prakarsa Raja Faisal bin Abdul Aziz sebagai reaksi atas intervensi Amerika Serikat pada Perang Arab-Israel 1973 (Perang Yom Kippur) sehingga penerimaan atas hasil ekspor Minyak bumi meningkat. Menggunakan arsitektur modern dengan interior tradisional dengan perabot berukiran jepara.

Gedung ini digunakan oleh Presiden Soeharto sebagai ruang kerja kepresidenan yang selanjutnya digunakan oleh Presiden B.J.Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid. Letaknya di Jalan Veteran no 17. Saat itu Istana Negara dan Istana Merdeka digunakan untuk upacara-upacara kenegaraan, pelantikan, penerimaan duta besar negara sahabat serta hal-hal yang bersifat seremonial kenegaraan lainnya. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, gedung ini digunakan sebagai museum.
Selanjutnya gedung ini digunakan sebagai kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla selain di Istana Wakil Presiden Republik Indonesia di Jalan Merdeka Selatan.
Gedung berlantai II Bina Graha dibangun pada masa pemerintahan Soeharto. Direktur Utama PT Pertamina Ibnu Sutowo adalah orang yang menggagas pembangunannya. Pembangunan gedung seluas 2.955,30 meter persegi itu dimulai pada tahun 1969 dan selesai tahun 1970. Kaca jendela gedung itu tebal, antipeluru.
Letak Bina Graha (Jalan Veteran 17) di sebelah timur Istana Negara menghadap Sungai Ciliwung. Gedung ini salah satu dari beberapa gedung di halaman Istana Kepresidenan Jakarta. Gedung lain adalah Istana Merdeka (menghadap Monas), Wisma Negara, dan Masjid Baiturrahim. Wartawan peliput unjuk rasa yang sering terjadi di depan Istana Merdeka sering menyebut Istana Negara.
Pada masa pemerintahan Belanda, wilayah tempat Istana Kepresidenan berdiri bernama Rijswijk, wilayah yang meriah, tempat tinggal orang Eropa. Pada masa itu, keluarga direktur jenderal kerajaan urusan keuangan dan tanah bertempat tinggal di tempat itu. Keluarga itu lalu menjual rumahnya kepada Raffles. Tetapi, Raffles tidak menempatinya. Rumah itu terkenal dengan nama Raffles House. Tahun 1846, rumah besar itu menjadi Hotel der Nederlanden. Tahun 1950-an menjadi Hotel Dharma Nirmala.
Oleh Presiden Soekarno, tempat itu dijadikan Markas Cakrabirawa, pasukan elite pengawal presiden yang kebanyakan unsurnya dari Brigade Mobil. Tahun 1969, Ibnu Sutowo mengubah tempat itu menjadi Bina Graha. Hampir 30 tahun Soeharto berkantor di tempat itu.
Presiden BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggunakan gedung itu sebagai kantor kepresidenan. Gus Dur membuat bagian belakang gedung ini sebagai kantor biro pers dan tempat jumpa pers. Juru bicara kepresidenan, seperti Wimar Witoelar, Yahya Staquf, dan Adhie Massardhie, berkantor di tempat itu.
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, gedung itu dijadikan museum dan sanggar seni. Sekitar 2.000 lukisan, patung, dan barang seni berharga disimpan di tempat itu. Lukisan para maestro Indonesia dan luar negeri disimpan di tempat itu, seperti karya Affandi, Dullah, Sudjojono, R Bonet, dan Theo MeierWalter Spies. Lukisan berjudul ”Kehidupan di Sekitar Borobudur Abad Ke-9” karya Walter Spies (pelukis asal Jerman) bernilai sekitar Rp 9 miliar. Itu menurut Kepala Bagian Museum dan Sanggar Seni Istana Adek Wahyuni, lulusan Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia ASRI Yogyakarta.
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Bina Graha juga pernah dijadikan museum dan tempat sanggar seni, serta kantor Penasihat Khusus Presiden dan Juru Bicara Kepresidenan, seperti Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal. Ketika menjadi salah satu staf khusus presiden, Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid juga berkantor di tempat itu.
Saat ini barang-barang seni sedang diangkut dari Istana Kepresidenan ke beberapa tempat lain, seperti Gedung Agung Yogyakarta, Istana Bogor, dan Istana Cipanas. ”Kalau tidak hati-hati memindahkan, lukisan para maestro Indonesia dan luar negeri itu bisa rusak,”

 

foto Bina Graha foto Bina Graha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar