Pahlawan Dayak-Nasional
Seorang yang bangga akan tanah leluhurnya serta selalu menyatakan
dirinya sebagai "orang hutan" karena ia lahir dan tumbuh besar di
belantara hutan Kalimantan. Ia lahir di Katunen, Kasongan, tepatnya
Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Ia adalah seorang yang mencintai
alam dan dan seorang yang mempunyai pendirian yang kuat yang dapat
melihat sekitarnya dengan dasar yang kokoh terutama mengenai budaya
Dayak.
Ketika Ia menginjak usia remaja, ia sering pergi seorang diri menuju
Bukit Batu, untuk bertapa. Pada waktu melakukan pertapaan inilah ia
memperoleh petunjuk pertama kali yang mengarahkannya untuk menyeberangi
lautan menuju ke Pulau Jawa. Pada jaman dulu bisa dibayangkan
keterbatasan sarana transportasi apalagi sarana komunikasinya sangatlah
sulit. Unruk mencapai pulau Jawa ia tak kenal lelah dan putus asa,
halangan serta rintangan dianggapnya sebagai pemacu semangat untuk
mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Segala macam cara ia coba untuk
melakukannya baik itu ia harus berjalan kaki menerobos lebatnya
belantara Kalimantan, menyusuri sungai menggunakan perahu maupun rakit,
agar ia dapat mencapai pulau Jawa di seberang laut sana. Akhirnya, ia
pun sampai juga di Banjarmasin, sekarang ibukota Kalimantan Selatan, dan
di sinilah ia mendapatkan pekerjaan yang akan mengantarkannya ke tempat
tujuan, yaitu Pulau Jawa.
Pada awal perjalanan karirnya (1940) di mulai menjadi seorang pemimpin
redaksi majalah Pakat Dayak bersama "Suara Pakat". Koresponden Harian
Pemandangan, pimpinan M. Tambran. Dan juga koresponden Harian
Pembangunan, pimpinan Sanusi Pane, seorang sastrawan Indonesia angkatan
pujangga baru. Ia juga menjadi salah seorang tokoh yang mewakili 142
suku Dayak yang berada di pedalaman Kalimantan (185.000 jiwa) yang
menyatakan diri dan melaksanakan Sumpah Setia dengan upacara adat
leluhur suku Dayak kepada pemerintah Republik Indonesia (17 Desember
1946). Ia adalah putra Dayak yang menjadi seorang anggota KNIP (1946 -
1949). Ia juga berjasa dalam memimpin Operasi penerjunan Pasukan Payung
yang pertama kali dalam sejarah Angkatan Bersenjata Republik indonesia
(17 Oktober 1947), tepatnya di desa Sambi, Pangkalanbun. Dengan pasukan
MN 1001. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Pasukan
Khas TNI-AU.
Dalam suatu kesempatan, ia akhirnya dapat pulang kembali ke tanah
leluhurnya, dan kembali bertapa di Bukit Batu. Pada pertapaannya kali
ini ia memohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa untuk perjuangannya melawan
penjajah yang pada saat itu sedang "bertengger" di Indonesia. Dalam
kesempatan itu ia pun bernazar untuk tidak menikah sebelum Indonesia
merdeka. Setelah ia selesai melakukan pertapaanya, ia memperoleh suatu
benda, yaitu sebuah batu yang berbentuk seperti daun telinga. Petunjuk
yang ia peroleh sewaktu bertapa mengatakan bahwa batu yang ia peroleh
itu dapat dipergunakan untuk mendengar dan memantau musuh apabila di
letakkan berdekatan dengan daun telinganya. Namun setelah kemerdekaan
Indonesia, batu itu pun gaib keberadaannya.
Sebagai seorang pejuang yang sangat mencintai kebudayaan leluhurnya, ia
sangat fanatik dengan angka 17, yaitu angka kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945. Karena begitu menyatunya dengan angka 17 ini
pada dirinya maka sebagaian besar kehidupannya dipengaruhi oleh angka
17, berikut beberapa contohnya.
1. Pelaksanaan sumpah setia 142 suku di pedalaman Kalimantan yang ia
wakili kepada pemerintah Republik Indonesia secara adat dihadapan
Presiden Soekarno di Gedung Agung, Yogyakarta 17 Desember 1946.
2. Desa Pahandut yang merupakan cikal bakal dari ibukota Kalimantan
Tengah, yaitu Palangka Raya. Merupakan desa yang ke-17 yang dihitung
dari sungai Kahayan.
3. Peletakkan batu pertama kota Palangka Raya yang melambangkan
perjuangan yang telah memberikan hasil kepada masyarakatnya, pada
tanggal 17 Juli 1957.
4. Ia menjadi gubernur yang pertama bagi provinsi yang ke-17, yaitu provinsi Kalimantan Tengah
5. Kelahiran provinsi Kalimantan Tengah tepat pada masa pemerintahan Republik Indonesia Kabinet yang ke-17.
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1987, putra terbaik Dayak ini tutup
usia dalam usia 69 tahun di Rumah Sakit Suaka Insan, Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Begitu banyak jasa dan pengorbanan yang telah
dilakukan oleh seorang putra Dayak ini, bahaya pun selalu mengintai
keselamatannya. Namun berbekal keyakinan teguh serta semangat yang
membara akan cita-cita yang telah lama diimpikannya, ia pun melakukan
tugasnya tanpa kenal lelah apalagi kata menyerah dalam dirinya. Tidaklah
kecil jasa seorang Tjilik Riwut kepada bangsa Indonesia. Haruslah
generasi sekarang ini mengenang jasa-jasanya agar dapat memetik
keteladanan, kegigihan serta perjuangan hidupnya agar dapat dijadikan
panutan bagi kita.
Atas jasa-jasanya yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia serta
membangun provinsi Kalimantan Tengah maka, pada masa pemerintahan
presiden B.J. Habibie, ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional
Indonesia. untuk mengingat jasa seorang Tjilik Riwut, putra Kasongan
sungai Katingan ini diabadikan pada berbagai tempat di Kalimantan
Tengah, diantaranya bandara Palangka Raya, jalan terpanjang di
Kalimantan yang menghubungkan kota Palangka Raya hingga daerah
Kotawaringin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar