Perpustakaan Keliling Gratis Itu Menggunakan Becak
Disebuah
gang kecil di permukiman warga di Kelurahan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa
Timur, beberapa anak usia sekolah dan ibu-ibu terlihat mengerubuti
sebuah becak yang penuh dengan muatan berbagai macam buku bacaan.
Ada
yang sibuk membolak-balik buku, adapula yang sekadar menonton. “Ya,
bapak-bapak, ibu-ibu, adik-adik, embak-embak, ayo, siapa yang mau baca
atau pinjam buku, silakan datang. Gratis!” teriak seorang pemuda melalui
pengeras suara yang ditentengnya, Minggu (11/3/2012).
Pemuda itu
adalah Naim. Sejak setahun yang lalu, hampir setiap akhir pekan, warga
Jalan Supit Urang Nomor 13, Kelurahan Mojoroto, Kota Kediri, ini
menggunakan moda transportasi becak untuk mempermudah keluar masuk gang
demi meminjamkan buku.
Dengan kendaraan roda tiganya itu, ia
membentuk beberapa titik atau tempat mangkal becaknya untuk melayani
masyarakat. Tidak ketinggalan pula pengeras suara untuk melengkapinya.
Jika
suara Naim terdengar, masyarakat hafal betul bahwa sudah tiba saatnya
meminjam atau mengembalikan buku. Buku yang disiapkan beraneka ragam,
mulai dari buku ajar, pengetahuan umum, hingga fiksi.
Masing-masing
buku dapat dipinjam selama seminggu. Sementara peminjamnya juga lumayan
banyak, tercatat ada tiga ratus anggota mulai anak-anak, remaja, hingga
ibu-ibu.
“Awalnya anak saya yang sering pinjam buku pelajaran
atau buku cerpen. Lalu saya ikutan pinjam, seperti buku ini. Lumayanlah
untuk menambah wawasan,” kata ibu Tamsil, salah satu peminjam buku
sambil mengangkat sebuah buku resep masakan.
Untuk membantu
rutinitasnya itu, Naim ditemani oleh seorang rekan yang biasanya berasal
dari kalangan mahasiswa yang menjadi sukarelawan. Partnernya itu
bertugas membukukan sirkulasi peminjaman.
Meski demikian,
penggunaan becaknya itu bukanlah program utamanya. Upayanya meminjamkan
buku dengan sistem jemput bola itu merupakan satu dari beberapa program
taman baca yang ia kelola bersama keluarga di rumahnya.
Taman baca
yang ia beri nama Mahanani itu juga cukup sederhana. Bangunannya
berukuran sekitar 6 x 10 meter yang didominasi kayu dan dindingnya pun
hanya anyaman bambu. Maklum saja, bangunan itu dulunya bekas kandang
sapi.
Meskipun demikian, koleksi bukunya mencapai dua ribu buah
yang tertata rapi pada dua rak bertingkat empat. Asal-usul buku itu
selain milik pribadi, banyak juga hasil sumbangan dari masyarakat yang
simpatik.
Naim menuturkan, apa yang dilakukannya sekadar untuk
mengajak masyarakat agar terus belajar, salah satunya melalui media buku
itu. Ketulusannya itu didasari atas keinginannya untuk dapat berbuat
sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Tentunya kita semua
ingin bermanfaat bagi lingkungan sekitar kita,” ujar pemuda yang sempat
mengenyam pendidikan tingkat sekolah menengah atas ini.
Sementara
buku menjadi mediumnya dalam mengabdi kepada masyarakat karena ia
merasakan pentingnya buku dalam menunjang pembelajaran. “Pada intinya
belajar itu dapat dilakukan dengan apa saja, salah satunya dengan buku
ini,” imbuhnya.
Untuk operasionalnya, tidak ada sumber pendanaan
yang tetap. Ia hanya pekerja paruh waktu di bidang media promo. Namun,
hal itu tak menyurutkan langkahnya untuk tetap berkarya. “Saya sendiri
heran kenapa bisa terus bertahan,” ujarnya. (kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar