Nitisemito: Juragan Bal Tiga
Nitisemito
hanya menjadi legenda saja dalam sejarah kretek di Kudus. Nitisemito
tampil sebagai pengusaha kretek sukses diawal industrialisasi kretek.
Setalah Bal Tiga menghilang, Nitisemito tenggelam. Penikmat kretek masa kini lebih kenal Dji Sam Soe dari pada Bal Tiga yang pernah Jaya itu.
Siapa
yang tidak kenal rokok kretek, hampir semua perokok pasti tahu bahkan
pernah menikmatinya. Para pendaki gunung sering membawanya, lalu
menikmatinya dipuncak gunung. Rokok identik dengan penyakit pernafasan.
Anehnya kretek justru diracik pertama kali oleh Djamhari yang sering
sesak nafas. Setelah menikmati rokok ciptaannya itu, sesak nafas nafas
Djamhari kian berkurang.
Djamhari memang dicap sebagai penemu rokok kretek dalam sejarah rokok
di Kudus, yang merupakan kota asal kretek. Dalam sejarah kretek,
Djamhari bukanlah nama besar. Ada Nitisemito, juragan—kalau boleh
dibilang dialah konglomerat kretek—diawal sejarah komersialisasi di
Kudus bahkan di nusantara. Sebenarnya ada banyak legenda dalam sejarah
rokok kretek, termasuk cerita penjual kretek bernama Roro Mendut, sosok
wanita cantik yang memikat pelangganya bukan karena rasa kreteknya,
melainkan ludah Roro Mendut untuk merekatkan gulungan kreteknya.
Pengusaha Kretek Bal Tiga
Di sebuah desa bernama Janggalan—kecamatan kota Kudus—ditahun 1863, ibu Markanah melahirkan anak keduanya. Anak itu diberi nama Rusdi. Ayah Rusdi adalah Haji Sulaiman, seorang kepala desa (lurah) didesanya, Janggalan.
Rusdi tidak pernah bersekolah kendati anak lurah, karenanya dia buta
huruf. Diusia 17 tahun Rusdi mengganti namanya menjadi Nitisemito, nama
Jawa yang terus disandangnya sampai akhir hidupnya, juga disandang oleh
keturunannya
Nitisemito tidak meneruskan jejak ayahnya menjadi kepala desa, dia
lebih memilih menjadi seorang wirausaha. Diusianya yang ke 17, dia
merantau ke Malang (Jawa Timur) bekerja sebagai buruh jahit pakaian.
Perlahan Nitisemito menjadi pengusaha konfeksi yang sedang berkembang
walau hanya sementara. Usaha konfeksinya ini bangkrut karena dililit
hutang. Lepas menjadi pengusaha konfeksi, Nitisemito-pun pulang kampung
dan berdagang kerbau dan memproduksi minyak kelapa, usaha ini juga
gagal. Akhirnya dia kembali kebawah lagi, kali ini menjadi kusir dokar.
Walau begitu, jiwa dagang-nya masih mengalir dalam tubuhnya, disamping
mencari nafkah dengan menjadi kusir, Nitisemito juga menjajakan
tembakau.
Ketika menjadi kusir, Nitisemito sering mangkal di warung Mbok Nasilah
(kini toko kain Fahrida, di jalan Sunan Kudus). Mbok Nasilah, dianggap
juga sebagai penemu kretek, penemuannya bermula dari usahanya untuk
menghentikan kebiasaan nginang para kusir yang sering mangkal di warungnya ditahun 1870an. Ampas nginang yang diludah oleh pengingangnya, mengotori warungnya. Rokok yang dijual diwarungnya untuk menghentikan kebiasaan nginang itu
ternyata sangat diminati para kusir maupun pedagang keliling yang
sering singgah di warungnya, termasuk juga Nitisemito. Rokok racikan
Mbok Nasilah adalah campuran tembakau dengan cengkeh, rokok itu lalu
dibungkus dengan daun jagung kering (klobot) setelah itu diikat dengan
benang.
Singkat kata, Nitisemito-pun menikahi Mbok Nasilah ditahun 1894.
Pernikahan Nitisemito dengan Mbok Nasilah ini adalah titik awal sejarah
pemasaran rokok kretek. Hasil racikan Mbok Nasilah, menejemen produksi
dan pemasaran yang bukan hal baru bagi Nitisemito yang sering kali jatuh
bangun dalam dunia wirausaha. Pasangan yang saling mengisi dan
berpengaruh dalam sejarah rokok kretek Kudus. Awalnya warung Mbok
Nasilah menjadikan rokok kretek buatannya menjadi barang dagangan utama.
Perlahan tapi pasti usaha rokok itupun maju pesat. Awalnya, Nitisemito memberi label rokoknya “Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo” (Jawa: Rokok cap Kodok makan ular), karena lebel itu menjadi bahan tertawaan dan tidak membawa hoki, Nitisemito lalu menggantinya dengan nama Tjap Bulatan Tiga. Karena kotak pembungkus rokok ini bergambar bulatan mirip bola, merek ini lebih dikenal pasar sebagai Bal Tiga. Merek Bal Tiga ini akhirnya menjadi merek resmi rokok produksi Nitisemito, akhirnya rokok ini diberi nama: Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito. Secara resmi Bal Tiga lahir pada tahun 1914 di desa Jati, Kudus.
Setelah usaha rokoknya berjalan sepuluh tahun, Nitisemito berhasil
mendirikan pabrik diatas lahan 6 hektar di desa jati. Saat itu, di Kudus
sudah beroperasi 12 pabrik rokok yang terbilang besar untuk ukuran masa
itu, diantaranya milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe)H.M. Muslich (merek Delima), Haji Ali Asikin (merek Djangkar) dan Tjoa kang Hay (merek Trio), M. Sirin (merek Garbis & Manggis).
Disamping yang besar, terdapat 6 pabrik rokok kelas-kelas gurem di
Kudus waktu itu. Ditahun 1938, Nitisemito telah membawahi 10.000 buruh
rokok dengan produksi rokok 10.000.000 batang perhari. Usaha Nitisemito
semakin besar dan uang yang masuk semakin deras, untuk lebih mudah
mengontrol keuangan, Nitisemito memperkerjakan tenaga pembukuan asal
Belanda, orang kulit putih. Ironis untuk zaman itu, seorang pribumi
mampu memperkerjakan orang Belanda. Biasanya orang pribumi bekerja pada
orang-orang Belanda.
Perusahaan Nitisemito pernah menyewa pesawat Fokker seharga f 200,-
untuk mempromosikan rokoknya di Bandung dan Jakarta. Rokok produksi
Nitisemito memiliki pangsa pasar ke kota-kota di Jawa, Kalimantan,
Sumatra bahkan ke Negeri Belanda.Usaha pemasaran Nitisemito juga dilakukan memalui radio. Memerikan
hadiah: sepeda, piring, jam, dinding dan lainnya kepada para pemebeli
dengan menukar bungkus rokok Bal Tiga dalam jumlah yang
ditentukan. Cara sampai sekarang masih sering dilakukan banyak produsen
dalam pemasaran produknya kepada masyarakat konsumen Indonesia.
Nitisemito berusaha agar usaha rokoknya abadi untuk anak cucunya.
Kaderisari pewaris usaha diadakan dengan mengambil salah satu pegawai
terpandai-nya untuk masuk dalam keluarganya. Nitisemito melihat bakat
wiraswasta pada diri M. Karmani. Putri kedua Nitisemito lalu dinikahkan
dengan Karmani. Nitisemito yang akan pensiun pelan-pelan dari usahanya
itu mengangkat Karmani sebagai Menejer pabrik rokok Bal Tiga-nya. Begitu semangatnya, Nitisemito juga menyertakan nama Karmani dalam rokok Bal Tiga-nya.
Perjalanan usaha pribumi macam Bal Tiga Nitisemito
tidak tanpa badai. Persaingan antar pengusaha, khususnya pengusaha
pribumi dengan pengusaha Tionghoa dalam industri rokok berujung pada
sebuah konflik dan huru-hara 31 Oktober 1918, yang berbentuk pada
tindakan pengerusakan dan pembakaran pabrik rokok kretek, beberapa
pengusaha rokok lalu diseret ke pengadilan dan dipenjara. Kerusuhan itu
mengakibatkan kemunduran beberapa industri rokok kretek termasuk Bal Tiga.
Musibah terparah adalah tuduhan penggelapan pajak oleh pemerintah
kolonial. Nitisemito dituduh menggelapan pajak yang merugikan pemerintah
kolonial sebesar f 160.000,- melalui pembukuan dobel. Perkara ini
menyeret Nitisemito ke pengadilan. Awalnya pengadilan memutuskan akan
menyita kekayaan Nitisemito serta menutup pabrik rokoknya. Rupanya
pengadilan kolonial itu kecut melihat banyaknya buruh yang
menggantungkan hidupnya pada usaha rokok Nitisemito itu. Diputuskan
Nitisemito harus melunasi hutang pajak f 160.000 itu dengan menyicilnya.
Oleh pemerintah, Nitisemito yang sudah tua saat pengadilan itu,
dipandang sebagai manusia yang sangat berjasa dalam industri rokok
kretek, industri yang juga memberikan masukan (berupa pajak) pada
pemerintah kolonial masa itu.
Ada fitnah yang menyeret Karmani dalam kasus penggelapan pajak. Tuduhan
penggelapan pajak tidak pernah terbukti dan Karmani terbebas dari
tuduhan itu. kendati bebas dan tidak bersalah, hal ini telah membuat
Karmani jatuh sakit lalu meninggal. Nitisemito dilanda kemalangan dalam
hal ini karena tidak hanya kehilangan pegawai terbaiknya, menantunya
saja, tetapi jugapewaris tahta industri kreteknya: Karmani. Padahal saat
itu Nitisemito sudah separuh mundur dalam pengelolaan usaha yang
dirintisnya dari bawah. Sang perintis, Nitisemito, akhirnya kembali turun dalam industri
kreteknya, disaat dia harus pensiun. Ini bukan hal mudah kendati
Nitisemito sangat berpengalaman, kondisinya yang semakin tua nyaris
tidak mungkin menjalankan usaha kreteknya yang telah banyak tersaingi
kretek lainnya.
Kesuksesan Bal Tiga
juga tidak berlangsung lama. Disinyalir muncul konflik internal
keluarga; siapa yang akan menggantikan Nitisemito yang semakin tua dalam
menjalankan perusahaan rokok itu. Munculnya merek baru masam Minak Djinggo milik Kho Djie Siong, disinyalir semakin mempercepat tenggelamnya Bal Tiga ditahun 1930. Sebelumnya Kho Djie Siong pernah bekerja pada industri rokok Nitisemito. Rupanya masa kejayaan Bal Tiga hanya menjadi prolog dalam sejarah industri kretek saja.Impian Nitisemito untuk meneruskan kejayaan Bal Tiga-nya telah gagal. Bal Tiga malah berakhir sebelum hidup Nitisemito sendiri berakhir diawal dekade 1950an.
Jiwa usaha Nitisemito tidak pernah termakan usianya yang semakin tua,
kendati sulit bersaing dengan kretek merek-merek baru yang menjamur,
Nitisemito terus bangkit. Sebelum kematiannya usahanya menghidupkan Bal Tiga beberapa gagal, Nitisemito tidak takut jatuh bangun dimasa seharusnya dia pensiun demi mengembalikan kejayaan Bal Tiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar